oleh

Benang Merah film perdana Constree Project yang membongkar kepalsuan cinta dan ironi menjadi orang baik.

Bombana,HarapanSultra.COM | – Dalam dunia yang semakin riuh oleh kepura-puraan, hadir sebuah film yang menyodorkan kejujuran paling pahit tentang hidup, cinta, dan ketulusan yang disalahgunakan. Benang Merah, karya perdana dari Constree Project, bukan sekadar tontonan—ia adalah pukulan emosional yang datang diam-diam namun meninggalkan luka dalam. Di bawah arahan eksekutif produser Muhammad Aswan Zanynu, S.Sos dan ditulis dengan tajam oleh Aulia Sukma, film ini menyelami sisi tergelap dari kebaikan yang salah tempat.

Tokoh utama, Rangga, bukan pahlawan dalam balutan jubah. Ia adalah wajah dari kita semua yang pernah memberi lebih banyak dari yang seharusnya, yang percaya sebelum berpikir dua kali, yang mencintai tanpa strategi. Tapi hidup tak selalu adil bagi yang tulus. Dalam dunia yang menjadikan simpati sebagai senjata dan cinta sebagai jebakan, Rangga hanyalah pion—digerakkan, dimanfaatkan, lalu dibuang.

Benang Merah menjelma seperti cermin retak yang memperlihatkan pecahan-pecahan kenyataan: ketika orang baik dipaksa menjadi buruk, dan cinta berubah menjadi alat manipulasi. Film ini menyorot kenyataan bahwa kebaikan bisa membunuh, jika diberikan pada orang yang salah. Di dunia Rangga, tidak ada hitam atau putih, hanya abu-abu yang menyesakkan.

Dialognya tajam, emosinya mentah, dan narasinya seperti benang yang perlahan menjerat leher—kita tahu akhirnya akan sesak, tapi kita tetap mengikuti. “Tunjukkan cintamu sewajarnya, atau tanggung risiko dari kecerobohanmu itu,” bukan hanya kutipan, tapi sumpah yang merangkum jiwa film ini. Sebuah peringatan bagi mereka yang terlalu mudah percaya, dan terlalu cepat jatuh hati.

Visual film ini minimalis namun menggetarkan. Setiap frame mengandung rasa, dengan pencahayaan yang menggambarkan suasana batin tokoh—gelap, kelabu, dan sesekali menyala oleh harapan yang segera padam. Musik latar tidak mendominasi, tetapi hadir sebagai bisikan yang membekas. Ini bukan film yang menjerit lewat efek, tapi berbisik lewat luka.

Film ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak yang percaya bahwa karya jujur pantas mendapat panggung. A-1.Info, HarapanSultra.com, dan UCHIE Salon menjadi bagian dari ekosistem yang menopang lahirnya film yang berani berbicara tanpa basa-basi ini.

Benang Merah tidak menawarkan resolusi manis. Tidak ada pelangi setelah badai. Yang tersisa hanyalah kenyataan bahwa menjadi baik tidak selalu berakhir bahagia. Kadang, justru merekalah yang pertama dikorbankan, karena dunia ini terlalu sibuk merayakan kepalsuan, dan terlalu takut pada mereka yang benar-benar tulus.

Sebagai karya perdana, Constree Project tidak memilih jalan aman. Mereka justru memulai dari ranah paling riskan—soal luka batin, soal moral yang goyah, soal cinta yang menghancurkan. Dan di situlah letak keberaniannya. Benang Merah bukan hanya film, ia adalah keberpihakan pada yang sering tak terdengar. Ia adalah suara lirih mereka yang telah terlalu sering disakiti.

Menonton Benang Merah bukan soal menikmati cerita. Ini adalah soal membuka luka yang mungkin sudah lama kita kubur. Ini film yang tidak hanya menyentuh, tapi mengguncang. Dan setelah selesai, ia tidak pergi begitu saja—karena luka yang ia tinggalkan terlalu jujur untuk dilupakan.

BACA JUGA BERITA MENARIK LAINNYA