oleh

Ikut Uji Sahih RUU di Bombana, DPD IPSPI Sultra dan Loka Minaula Kendari Beri Sejumlah Masukan

-Head Line-11.744views

Bombana, HarapanSultra.COM | Dewan Pimpinan Daerah Independen Pekerja Sosial Profesional Indonesia (DPD-IPSPI) Provinsi Sulawesi Tenggara dan Loka Minaula Kendari mengikuti Uji Sahih RUU Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Bombana, bertempat di Aula Tanduale Kantor Bupati Bombana, Senin, 21 Juni 2021.

Kegiatan yang terselenggara atas kerja sama antara Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dan Pemerintah Kabupaten Bombana itu menghadirkan beberapa nara sumber antara lain Tim Ahli Komite III DPD RI Fitriani Ahlan Sjarif (Universitas Indonesia) dan Dr. Tukino (Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung), akademisi Universitas Halu Oleo Program Studi Kesejahteraan Sosial Dr. Darmin Tuwu, Tim Loka Minaula dan Ketua DPD Independen Pekerja Profesional Indonesia Syamsuddin, SST., MSi., Ph.D.

Turut hadir 19 Senator anggota Komite III DPD RI, Bupati Bombana beserta jajarannya dari berbagai SKPD, Lembaga Kesejahteraan Sosial, Pendamping Sosial, Tokoh Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Akademisi dari berbagai perguruan tinggi.

Ketua DPD IPSPI Sulawesi Tenggara yang juga sebagai Kepala Loka Minaula Kendari Syamsuddin, SST., MA., Ph.D pada kesempatan itu menyampaikan kajian dan beberapa masukan terkait rancangan perubahan UU Nomor 11 tahun 2009 itu.

Dia menyoroti pada tiga hal pokok, yakni Anggaran, Sumber Daya Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dan nomenklatur SDM Kesos.

“Terkait kebijakan penganggaran, dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 hanya mengatur sumber pendanaan tapi tidak mengatur terkait alokasi anggaran untuk itu kami berharap dalam revisi ini besaran alokasi anggaran penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial APBN dan APBD bisa diatur”, ujarnya.

Lebih lanjut Syamsuddin, menjelaskan bila dibandingkan penyelenggaraan layanan publik pada sektor lain yakni pendidikan dan kesehatan maka, terlihat jelas ketimpangannya ataupun ketidak berpihakan terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Sebagaimana diketahui UU No. 22 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kebijakan penganggarannya sebesar minimal 20 % dari APBN dan APBD, demikian halnya untuk urusan kesehatan, melalui UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kebijakan penganggarannya minimal 5 % dari APBN dan 10 % dari APBD di luar gaji.

“Lalu urusan sosial berapa persen?”, tanya Syamsuddin.

Terkait hal tersebut, Dia mengusulkan agar pada BAB XII  tentang Pendanaan, Pasal 51, bahwa Sumber pendanaan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi anggaran pendapatan belanja negara, dengan alokasi minimal 15 % dari APBN diluar gaji, anggaran pendapatan belanja daerah, dengan Alokasi Minimal 15 % dari APBN diluar Gaji, anggaran pendapatan belanja desa dengan alokasi Minimal 10 % dan sumbangan masyarakat, dana yang disisihkan dari dunia usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan,  bantuan asing sesuai kebijakan pemerintah dan peraturan perundangan-undangan dan sumber pendanaan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait isu Sumber Daya Manusia, dia menyarankan agar ada pasal yang khusus mengatur tentang  Pekerjaan Sosial adalah profesi utama dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang berkolaborasi dengan profesi kesejahteraan sosial lainnya.

Kemudian setiap Lembaga atau instansi kesejahteraan Sosial baik yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat wajib menyediakan pekerja sosial.

“Pekerja Sosial pofesional dan Profesi kesejahteraan sosial lainnya berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya,” usulnya.

Ia menjelaskan bahwa Pekerja Sosial pofesional dan Profesi kesejahteraan sosial lainnya dalam melaksanakan tugasnya dan berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki.

Ketentuan mengenai hak dan kewajiban profesi dalam kesejahteraan sosial  diatur dalam Peraturan perundangan lainnya.

Terkait nomenklatur penyebutan istilah bagi pekerja garis depan penyelenggara kesejahteraan sosial, dia memberikan opsi antara lain Tenaga Kesejahteraan Sosial, Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Sumber daya Manusia Kesejahteraan Sosial atau Profesi dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

“Rekomendasi yang kami berikan antara lain Dalam rangka Pendalaman lebih lanjut terkait Anggaran dan SDM Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Maka Perlu dilakukan Kajian atau Penelitian di Dinas atau Instansi Sosial, Anggaran atau Program di setiap Dinas Sosial, Jumlah Pekerja Sosial yang ditempatkan pada Dinas Sosial Tersebut dan Kajian Nomenklatur terkait SDM yang bekerja dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan  Sosial.

Salah satu pemateri Darmin Tuwu selaku akademisi menjelaskan bahwa Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial perlu dilakukan mengingat tuntutan jaman di mana permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks.

“Masalah kesejahteraan sosial di tengah masyarakat sudah semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, sehingga diperlukan upaya revisi peraturan perundang-undangan yang ada yang mampu penyelesaikan persoalan di tengah masyarat. Tidak hanya pada tataran penanganan atau penyembuhan, tetapi juga pada tataran preventif atau pencegahan,” ujarnya.

Salah satu peserta dari unsur Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan, Asrul, mengharapkan agar Rancangan Perubahan Undang-Undang ini nanti, agar mengakomodir masalah insentif bagi para TKSK yang sesuai dengan hasil kerja mereka

“Kita berharap RUU ini  bisa mengakomodir masalah Insentif bagi para TKSK seperti halnya dengan pendamping sosial lainnya,” harap Asrul.

Sementara itu Senator Evi Apita Maya, S.H., M.K.N  mengapresiasi tingginya animo masyarakat mengikuti kegiatan tersebut, ia menyebut dari sekian kali penyelenggarakan kegiatan seperti ini, Kabupaten Bombanalah yang paling banyak pesertanya hadir.

Selaku ketua delegasi Komite III DPD RI, ia mengatakan bahwa, tujuan dari seminar ini adalah dalam rangka sosialisasi dan penjaringan aspirasi masyarakat terkait rancangan perubahan UU Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang nanti akan menjadi usul inisiatif dari DPD RI.

“Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait rencana perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang nantinya akan menjadi usul inisitif DPD RI sebagai program legislasi nasional.” jelasnya.

Senator Anggota Komite III DPD-RI yang hadir di Bombana yaitu Evi Apita Maya, S.H., M.K.N Senator asal NTB sekaligus Wakil Ketua Komite III, H. Fadhil Rahmi, Lc., MA Senator Asal ACEH yang juga Wakil Ketua, Hj. Andi Nirwana, S.SP, Senator asal SULTRA, Istri Bupati Bombana itu bertindak selaku Koordinator Kegiatan.

M. Sum Indra, S.E., M.Msi. Senator Asal JAMBI, dr. Jihan Nurlela Senator Asal LAMPUNG, Ust. H. Zuhri M. Syazali, Lc. MA. Senator Asal KEP. BABEL, Ir. H. Bambang Sutrisno, M.M Senator Asal JATENG, H. Abdi Sumaithi Senator Asal BANTEN, Hilda Manafe Senator Asal NTT, Erlinawati, SH., M.AP Senator Asal KALBAR, Dr. Maya Rumantir, MA., Ph.D Senator Asal Sulawesi Utara, Tamsil Linrung Senator Asal SULSEL, Hj. Rahmijati Jahja Senator Asal GORONTALO.

H. Iskandar Muda Baharudin Lopa Senator Asal SULBAR, Mirati Dewaningsih, S.T. Senator Asal MALUKU, Hj. Suriati Armaiyn Senator Asal MALUT, Herlina Murib Senator Asal PAPUA, H. Muslim M. Yatim, Lc., M.M Senator Asal SUMBAR dan Yance Samonsabra, S.H. Senator Asal PAPUA BARAT. (Jas/Red)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.

BACA JUGA BERITA MENARIK LAINNYA