oleh

Sempat Alot Rapat Konsultasi Publik-Studi Amdal PT. AMI, Sepakat Dilanjutkan Ke Pembahasan.

Rumbia, HarapanSultra.COM | Konsultasi Publik sekaligus Studi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan (SMELTER) Nikel dan Fasilitas Pendukungnya Oleh Konsorsium Perusahaan Tambang PT. Arta Mining Industri di Kecamatan Mataoleo, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (26/5/2018).

Sejatinya kegiatan itu adalah untuk mensosialisasikan sekaligus menerima masukan/keluhan dari masyarakat terkait dampak positif maupun dampak negatif dari pembangunan itu, namun yang terjadi konsultasi itu yang sejak awal dibuka telah mengundang banjir protes dari warga yang hadir, hingga hampir saja adegan adu jotos antara warga yang pro dan kontra terjadi, beruntung secara sigap segera di lerai aparat TNI dan Polri.

Anehnya yang menjadi keluhan dan protes warga rata-rata justru telah melenceng dari topik pembahasan hari itu dan berkali kali diingatkan oleh pimpinan rapat yaitu Kepala Bidang Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara Aminoto, yang sejatinya fokus terhadap Studi Dampak lingkungan, namun berubah menjadi debat berkepanjangan terkait pembebasan lahan.

Annas, Salah seorang peserta rapat mempertanyakan motif perusahaan tambang melakukan transaksi pembelian lahan kepada masyarakat melalui oknum oknum tertentu yang dinilainya sarat kepentingan dan tanpa ada sosialisasi sebelumnya.

“Saya beserta teman teman yang lain menilai perusahaan ini sudah “Offside” masa sudah lakukan pembelian lahan sedangkan AMDAL nya saja belum ada, Sosialisasi tidak pernah, bagaimana kalau AMDALnya di Tolak, berarti kami duga kuat rapat ini seolah olah hanya formalitas saja” ketusnya

Perwakilan generasi muda Desa Lemo ini juga menilai kegiatan yang dilakukan hari ini hanya merupakan jawaban atas aksi demonstrasi yang dilakukan beberapa waktu lalu di DPRD Bombana maupun dikantor Camat Mataoleo.

“Kita kan sudah pernah turun menyampaikan aspirasi kami ke Pemkab dan DPRD karena kami menilai kehadiran perusahaan ini menimbulkan keresahan di masyarakat, bukan hanya dampak lingkungan namun yang lebih parah adalah dampak sosialnya kita bisa bisa di adu sesama kita yang berkepentingan,” beber Anas

Lain lagi yang diungkapkan Anci, Warga Mataoleo itu malah lebih banyak menggugah masyarakat yang hadir terkait dampak lingkungan yang akan ditimbulkan oleh pembangunan smelter itu, yang mayoritas adalah Nelayan dan petani rumput laut.

“Jangan heran kalo ditahun tahun berikutnya setelah pembangunan pabrik ini, kita sudah susah dapat ikan dipinggir, apalagi rumput laut pasti rusak” Paparnya

Anci Menilai Iming iming akan mempekerjakan tenaga kerja lokal merupakan alat perusahaan untuk melunakkan warga sekitar padahal kenyataannya tidak seperti itu karena untuk masuk perusahaan tentu memiliki prasyarat yang harus dimiliki.

“Kalo kita tidak lulus SD bagaimana mau dipekerjakan, adapaun kalau lulus paling kita disimpan diluar pagar” Urainya semangat

Dalam pemaparannya Agus yang juga Koordinator dan Penanggung jawab Projek pembangunan Smelter Konsorsium PT. AMI di Mataoleo membenarkan bakal mempekerjakan tenaga kerja Asal tiongkok mengingat peralatan yang digunakan memang didatangkan dari negeri tirai bambu itu, tetapi dirinya bakal memprioritaskan warga masyarakat bombana khususnya warga mataoleo untuk dipekerjakan sebagai karyawan untuk bidang lainnya sebagai penunjang pembangunan.

Agus juga menjamin bahwa kehadiran warga bermata sipit itu hanya untuk kepentingan pembangunan saja, setelah pembangunan selesai maka pekerja itu berangsur-angsur akan dipulangkan dan diganti dengan sumber daya lokal.

“Pembelian alat di China tidak utuh tetapi dalam keadaan terpisah-pisah nanti disini dirakit kembali dan tanggung jawab perusahaan pengsuplai itu untuk merakit termasuk tenaga kerjanya” Urainya.

Terkait pembebasan lahan agus menampik anggapan ada niatan tidak baik perusahaan, justru menurutnya pihak perusahaan sangat menghindari terjadinya gesekan terkait lahan sehingga meminta kepala desa dan pihak kecamatan untuk mensosialisasikan sekaligus memastikan tidak terjadi gejolak.

“Kita minta kepada Kepala Desa yang terkena lokasi untuk mensosialisasikan sekaligus, untuk memastikan tidak ada persoalan lahan dan betul-betul yang berhak yang menerima ganti ruginya karena mereka yang lebih tau keadaan desanya” Pungkas Agus

Diakhir Rapat disepakati untuk menghentikan proses transaksi lahan dilapangan dan proses Pembahasan AMDAL tetap dilanjutkan dengan menunjuk masing-masing 3 orang perwakilan dari 6 desa dan perwakilan pemerhati Lingkungan dalam hal ini LSM yang hadir saat itu untuk mengawal proses pembahasan AMDAL  (HS001)

BACA JUGA BERITA MENARIK LAINNYA