Bombana, HarapanSultra.COM | Seorang siswa di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 20 Poleang Utara Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara mengaku di keluarkan dari sekolah usai dirinya disangka mengacungkan jari tengah ke salah satu guru disekolah tersebut. Saat ini Keluarga Siswa mengadu ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Setempat untuk mendapatkan pendampingan.
Kepada awak media ini, Rabu (25/1/2023) Abady Makmur selaku Penasihat Hukum Keluarga Siswa tersebut menjelaskan, berdasarkan pengakuan dari Siswa yang ia dampingi bahwa ia dikeluarkan dari sekolah karena terjadi kesalah pahaman dari salah satu guru yang menyangka siswa yang ia dampingi itu mengacungkan jari tengah kepadanya.
“Anak itu sudah disampaikan lisan bahwa ia telah dikeluarkan dari sekolah walaupun memang saat ini keluarga belum menerima surat resminya,” ujar Abady Makmur
Ia menyebut kejadian salah paham dari salah satu guru itu terjadi pada hari Kamis (19/1/2023) dimana Siswa yang ia dampingi sedang tidak ada pelajaran lalu dipanggil oleh salah satu siswa dikelas lain yang sedang belajar yang hendak meminjam pulpen milik siswa yang ia dampingi.
Setelah meminjamkan pulpen miliknya, oleh guru ia diminta untuk keluar dari ruangan kelas karena posisinya berada di dalam ruangan dekat pintu kelas. Namun siswa yang ia dampingi masih berbicara dengan teman yang meminjam pulpennya sembari bercanda ia mengacungkan jari tengah ke temannya itu.
“Temannya tidak lihat anak ini acungkan jari tengah, tapi gurunya melihat dan merasa bahwa jari tengah yang di acungkan itu ditujukan kepadanya,” jelas Abady Makmur
Tersinggung dengan acungan jari tengah dari siswa yang ia dampingi, guru tersebut lalu membawanya ke Kantor Sekolah kemudian di lakukan interogasi. Saat di interogasi siswa menjelaskan bahwa acungan jari tengah itu tidak ditujukan kepada sang guru namun kepada temannya.
“Setelah itu dipanggillah teman dari siswa yang kami dampingi ini, namun siswa yang dimaksud mengaku tidak melihat saat jari tengah di acungkan kepadanya,” bebernya
Karena teman dari siswa yang ia dampingi tidak mengaku melihat, lalu di lakukanlah proses interogasi sampai tangan dari siswa yang ia dampingi dilipat dan dipaksa untuk mengakui bahwa acungan jari tengah itu ditujukan kepada gurunya.
“Anak ini tetap tidak mengaku karena memang itu tidak ditujukan kepada guru,” bebernya
Setelah di interogasi siswa itu kemudian disuruh pulang namun karena teman temannya belum pulang sehingga ia memilih untuk tidak langsung pulang mendapati siswa itu belum pulang Kepala Sekolah sempat memanggil siswa di ruangannya, untuk mempertanyakan permasalahan yang dihadapi siswa tersebut.
Keesokan harinya siswa yang ia dampingi tetap masuk sekolah untuk belajar sebagai mana biasanya, setelah jam pelajaran berakhir, ia sudah diberikan surat untuk diserahkan kepada orang tuanya.
“Orang tuanya sudah pergi mau minta maaf, tapi tidak diterima, keputusannya tetap bahwa anak itu akan dikeluarkan dari Sekolah,” urainya
Selaku Penasihat Hukum, Mantan Anggota DPRD Bombana itu berharap agar Pihak Sekolah dapat mempertimbangkan kembali Keputusan mengeluarkan siswa yang ia dampingi, ia berharap ini dapat dibicarakan kembali untuk menemukan solusi terbaik mengingat ini terjadi kesalah pahaman dan dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap psikologi dan masa depan anak.
“Ini perlu hati-hati karena menyangkut nasib anak anak, apapun masalah yang dihadapi oleh anak itu perlu kita lihat secara utuh jangan sepotong sepotong karena itu menyangkut masa depan mereka, kasian anak anak ini kan masih mau sekolah tetapi tanpa ada peringatan sudah langsung dikeluarkan,” tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Muhtar selaku Kepala SLTPN 20 Poleang Utara mengaku terkejut karena mendapat informasi bahwa persoalan salah satu anak didiknya sudah dibawa ke DP3A, terlebih Surat Panggilan terhadap orang tua siswa untuk hadir di Sekolah belum di penuhi.
Ia menegaskan hingga saat ini Pihak Sekolah belum mengeluarkan surat keputusan untuk mengeluarkan siswa yang dimaksud kendatipun berdasarkan keputusan rapat di Sekolah yang dihadiri Ketua Komite sudah memutuskan untuk mengeluarkan Siswa tersebut.
“itulah yang ingin kami koordinasikan dengan orang tua siswa, tetapi sampai saat ini belum menghadiri panggilan dari sekolah,” ujar Muhtar
Ia menjelaskan di Sekolah yang dipimpinnya itu menerapkan sistem poin, dengan tata tertib yang mengatur bagaimana proses jalannya pelajaran di sekolah dan berdasarkan tata terteb tersebut, siswa yang dimaksud memiliki banyak catatan pelanggaran.
“Bahkan sebenarnya sudah pernah diberikan kebijakan sebelumnya untuk tidak dikeluarkan, kebijakan itu pada saat ia menganiaya temannya. Itu sudah mau dikeluarkan namun atas pertimbangan ketua Komite dan permintaan orang tuanya, kejadian itu diberikan kebijakan, pelanggaran lain seperti membawa rokok ke sekolah,” bebernya
Muhtar mengeluhkan kurangnya relasi yang terbangun antara pihak sekolah dan orang tua siswa sehingga terkesan urusan mendidik hanya dibebankan kepada guru, sedangkan siswa berada di sekolah hanya mulai pukul 7 pagi hingga pukul 13 siang.
“Jangankan membully Guru membully teman saja kami sangat tekankan untuk tidak dilakukan, kalau berbicara poin sebenarnya saat menganiaya temannya poinnya sudah cukup namun kami masih memberikan kebijakan untuk di didik,” jelasnya.
Ia berharap permasalahan ini segera selesai agar tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran di sekolah, ia memastikan Pihak sekolah memiliki catatan terhadap seluruh siswa baik dari guru piket maupun dari wali kelas.
“Permasalahan ini sudah di bawa ke Kabupaten padahal menghadiri undangan sekolah saja tidak dipenuhi, jadi pada prinsipnya kami tinggal mengikuti saja dari Kabupaten, data data yang ada silahkan diperiksa.” tandasnya (IS)