oleh

Genangan Air Dinegeriku

-OPINI-11.794views

Oleh : Hir Abrianto, S.E *

Indonesia merupakan peta biologis dengan jumlah yang beraneka ragam, Ribuan pulau nampak  berhamburan bila dipandang dari ketinggian, bersambung menjadi kesatuan yang diikat oleh lautan biru yang sangat luas tak terpandang mata.

Kuota air sangat berlimpah ruah, hingga suhu udaranya sangat menyejukan. Maka tidak heran sebaran pulau yang manyimpan keunikan, kekayaan, keindahan, hingga hawa udara yang menjanjikan bisa mengundang perhatian para wisawan baik daerah, nasional hingga mancanegara.

Bentangan Pulau memberikan ciri dan watak penghuninya (manusia), seperti Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Irian jaya hingga pada titik peta paling unjung, sebutnya papuan Nugini. (Lihat http://shantymagdalena.blogspot.com/2013/07/peta-persebaran-sda-di-indonesia.html)

Di Negeriku, Provinsi Sulawesi Tenggara yang beribukotakan Kendari misalnya, Provinsi yang tersebar dalam 15 Kabupaten dan 2 kota besar dengan luar wilayah 38.067,70 Kilo meter bujur sanggkar (read to https://sultra.bps.go.id/statictable/2018/01/23/86/luas-wilayah-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-sulawesi-tenggara)

Dengan besaran wilayah tersebut, masih terbagi menjadi dua wilayah tetorial, yakni daratan dan perairan yang keduanya saling menghubungkan menjadi satu, itulah yang dikenal dengan sebutan Sulawesi Tenggara.

Semua daratan menyimpan benda berhargah didalam Tanah, hingga tak salah diperebutkan oleh para pencari kekayaan Alam.

Semua sudah terdeteksi jelas, kasat mata pun bisa dilihat apalagi dengan menggunakan media canggih seperti yang dibawa masuk oleh Pengusaha China, Australia, dan pengusaha mancanegara lainnya.

Pemerintahpun menyambut baik dengan Motto Kerja “Senyum, Sapa, Dan Santun”. Sejak tahun 2011 silam, mulailah perang ekonomi dimulai.

Melibatkan semua pihak, pemerintah dari tingkat provinsi hingga ketingkat desa, dari polisi, tentara hingga satpam dirangkul.

Masa perang ekonomi dan pencarian jati diri daerah terus berlangsung, hingga sampailah tahun dimana dikenal “masa kenakalan”.

Masa kenakalan ini ditandai dengan Perusahaan Ilegal mulai beraksi, penambangan Ilegal terjaga, Hutan tak terhiraukan, tumpuan Hidup rakyat dikeruk, gunung menjadi rata hampir setingkat dengan permukaan laut.

Masa ini lah Warga Mulai Menikamati “AIR Menggenangi berkunjung kerumah warga”. Aliran sungai sudah tertutup rata, Sawah ditanami gedung-gedung tinggi, pohon ditebang, sampah berserakan hingga kepantai, Dranase tak terprograma, lumpur tanah titipan aktivitas tambang mulai permisi masuk kepemukiman.

Pada Tahun 2015 kota Kendari kedatangan tamu tak diundang. Rumah warga, mobil, motor hingga tempat tidur dihanyutkan genangan air. Korban harta hingga korban jiwa terus memprihatinkan, padahal mereka tidak pernah mau tau apa urusan pemerintah.

Setiap hujan turun tak berujung dalam kurung waktu 24 jam, maka langganan kunjungan air sudah tidak bisa lagi tidur tenang.

Seoarang peramal muda pernah meramalkan pada awal tahun 2018 mengatakan bahwa Indonesia akan banyak genangan air, dan itu terbukti.

Saat Pelayan kebutuhan Rohani masyarakat dikonfirmasi tentang Bencana Banjir yang terus dan terus terjadi, justru Pelayan (pemerintah) itu dengan enteng mengatakan bahwa itu bukan banjir tapi Air Tergenang.

Terhitung Perbulan Juni 2018, semua ke-17 Kabupaten kota terendam banjir. Rumah warga terendam, jembatan terbawa hanyut. Inilah yang harus jadi perhatian kita, harus ramah lingkungan untuk terciptanya Kota bertaqwa dan bersahaja.

Meski Sejarah penamaan Kendari berasal dari sejarah kehidupan diatas air, bukan berarti harus selalu berurusan dengan bencana air yang disebut banjir.

 

  • Penulis merupakan Alumni Institut Agama Islam Negeri Kendari, Angkatan III Fakultas Ekonomi tahun 2017, Sekaligus mantan Aktivis  Himpunan Mahasiswa Islam  (Y~A~K~U~S~A)

BACA JUGA BERITA MENARIK LAINNYA