Bombana.HarapanSultra.COM | – Malam itu, Desa Kalaero terjaga oleh sebuah drama pilu.Seorang pria, KW (31), berdiri di ambang maut, tali biru sapi melilit lehernya,sementara kursi di bawahnya menjadi saksi bisu keputusasaan. Namun, di balik kegelapan dini hari, keberanian delapan petugas Pos Pam Lantari Jaya mengubah narasi yang nyaris berujung tragedi menjadi cerita tentang harapan dan penyelamatan.
Awal Mula yang Mencekam
Minggu, 22 Desember 2024, pukul 23.55 WITA, KW mendatangi rumah iparnya.Wajahnya tegang, suaranya berat. la memohon kepada istrinya, GS (26), untuk pulang ke rumah mereka. Namun, permohonan itu ditolak mentah-mentah. GS, seorang ibu rumah tangga yang telah lama hidup dalam bayang-bayang kekerasan, bersikeras tidak ingin kembali. Alasannya jelas: seringnya ia menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).Saat kata-kata GS memotong asa KW, lelaki itu mengucapkan kalimat yang membuat suasana mencekam, “Kalau kamu tidak mau pulang, aku akan bunuh diri.”Kemudian, KW meninggalkan rumah iparnya, berjalan ke dalam malam yang penuh luka.
Panik dan Laporan ke Pos Pam
Tak ingin membiarkan ancaman itu berlalu begitu saja, ipar KW menyusul ke rumahnya. Melalui celah jendela, ia melihat KW berdiri di atas kursi, tali biru melilit lehernya. Tanpa membuang waktu, ipar KW melapor ke Pos Pam Lantari Jaya pada pukul 00.10 WITA. Pos Pam, yang terdiri dari personel gabungan Polri, TNI dari Kodim Bombana, dan Satpol PP, langsung bereaksi. Delapan petugas meluncur ke lokasi, berpacu dengan waktu. Mereka tahu, setiap detik sangat berarti.
Misi Penyelamatan di Tengah Malam
Saat petugas tiba di lokasi, mereka mendapati pintu rumah KW terkunci. Dari jendela, mereka melihat adegan menegangkan: KW bersiap mengakhiri hidupnya.Tanpa ragu, petugas mendobrak pintu, berlari ke arah KW, dan dengan parang yang di temukan di rumah itu, mereka memotong tali yang hampir merenggut nyawa KW.Namun, menyelamatkan tubuh KW hanyalah langkah pertama. Dalam kondisi emosional yang kacau, KW harus diyakinkan untuk tidak mengulangi tindakannya.Petugas kemudian membawanya ke Mapolsek Lantari Jaya untuk mendapatkan pendampingan lebih lanjut.
Faktor di Balik Keputusasaan
Investigasi yang dilakukan oleh Kapospam Lantari Jaya, IPDA Prasetyo Nento, mengungkapkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi KW. Konflik rumah tangga menjadi pemicu utama. GS mengungkapkan bahwa ia telah meninggalkan rumah sejak 17 Desember 2024 karena KDRT yang sering terjadi. KW, dalam upaya terakhirnya untuk menyelamatkan pernikahan mereka, menemui GS pada 21 Desember, tetapi kembali ditolak. “Konflik rumah tangga yang berkepanjangan, ditambah masalah ekonomi, menciptakan tekanan besar bagi pelaku. Bahkan sebelum percobaan bunuh diri, pelaku diketahui meminum delapan butir obat penghilang rasa sakit yang dicampur minuman bersoda, menunjukkan kondisi mentalnya yang sangat terguncang,” ujar IPDA Prasetyo.
Mediasi yang Sulit
Setelah penyelamatan, petugas mencoba memedias konflik antara KW dan GS Namun, mediasi itu menemui jalan buntu. GS bersikeras tidak ingin kembali, mengingat sejarah panjang kekerasan, termasuk tindakan KW yang pernah dengan sengaja membakar rumah mereka.
“Kami memahami posisi GS yang ingin melindungi dirinya. Namun, kami juga berusaha memberikan dukungan psikologis kepada KW agar tidak lagi mengambil tindakan ekstrem,” tambah Kapospam.
Pasca Kejadian : Upaya Pemulihan
Tak ingin hanya berhenti pada penyelamatan, petugas Pos Pam bersama Bhabinkamtibmas Desa Kalaero kembali mengunjungi KW pada pukul 08.00 WITA untuk memastikan kondisinya. Langkah ini menunjukkan pendekatan humanis yang dilakukan petugas, tidak hanya untuk menyelamatkan nyawa, tetapi juga memulihkan mental pelaku.
“Setiap nyawa berharga. Kami ingin menunjukkan bahwa masih ada jalan keluar, bahkan dalam kondisi yang paling sulit sekalipun,” ujar IPDA Prasetyo dengan penuh Keyakinan.
Makna di Balik Kejadian Ini
Kisah KW bukan hanya cerita tentang upaya bunuh diri, tetapi juga cerminan dari konflik yang sering tersembunyi di balik pintu-pintu rumah. Masalah rumah tangga, tekanan ekonomi, dan kurangnya akses pada dukungan psikologis dapat menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Kapospam Lantari Jaya berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih peka terhadap permasalahan di sekitar mereka. “Kami berharap masyarakat tidak ragu untuk melaporkan masalah kepada pihak berwenang. Bersama, kita dapat mencegah tragedi dan menyelamatkan lebih banyak nyawa,” tutupnya.
Sebagai bagian dari Operasi Lilin Anoa 2024, Pos Pam Lantari Jaya tidak hanya menjadi garda pengamanan menjelang Natal dan Tahun Baru, tetapi juga menunjukkan bahwa keberadaan aparat adalah untuk melindungi dan melayani,bahkan dalam situasi-situasi yang paling personal dan rumit.Malam itu, tali biru tidak menjadi simbol akhir. Sebaliknya, ia menjadi saksi keberanian, empati, dan harapan